Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996).
Komunikasi antar budaya memiliki akarnya dalam bahasa (khususnya sosiolinguistik), sosiologi, antropologi budaya, dan psikologi. Dari keempat disiplin ilmu tersebut, psikologi menjadi disiplin acuan utama komunikasi lintas budaya, khususnya psikologi lintas budaya. Pertumbuhan komunikasi antar budaya dalam dunia bisnis memiliki tempat yang utama, terutama perusahaan – perusahaan yang melakukan ekspansi pasar ke luar negaranya notabene negara – negara yang ditujunya memiliki aneka ragam budaya. Selain itu, makin banyak orang yang bepergian ke luar negeri dengan beragam kepentingan mulai dari melakukan perjalanan bisnis, liburan, mengikuti pendidikan lanjutan, baik yang sifatnya sementara maupun dengan tujuan untuk menetap selamanya.Satelit komunikasi telah membawa dunia menjadi semakin dekat, kita dapat menyaksikan beragam peristiwa yang terjadi dalam belahan dunia,baik melalui layar televisi, surat kabar, majalah, dan media on line. Melalui teknologi komunikasi dan informasi, jarak geografis bukan halangan lagi kita untuk melihat ragam peristiwa yang terjadi di belahan dunia.
McLuhan (dalam Infante et.al, 1990 : 371) menyatakan bahwa dunia saat ini telah menjadi “Global Village” yang mana kita mengetahui orang dan peristiwa yang terjadi di negara lain hampir sama seperti layaknya seorang warga negara dalam sebuah desa kecil yang menjadi tetangga negara – negara lainnya.Perubahan sosial adalah hal lain yang berpengaruh dalam komunikasi antar budaya adalah dengan makin banyaknya perayaan - perayaaan budaya sebuah etnis dalam sebuah negara. Perbedaan budaya dalam sebuah negara menciptakan keanekaragaman pengalaman, nilai, dan cara memandang dunia. Keanekaragaman tersebut menciptakan pola – pola komunikasi yang sama di antara anggota – anggota yang memiliki latar belakang sama dan mempengaruhi komunikasi di antara anggota – anggota daerah dan etnis yang berbeda.Perusahaan – perusahaan yang memiliki cabangnya di luar negeri, tentunya merupakan syarat mutlak bagi para karyawannya untuk memiliki bekal pengetahuan yang cukup mengenai situasi dan kondisi budaya yang akan dihadapinya (intercultural competence), salah – salah jika mereka gagal berkomunikasi dengan budaya yang dihadapinya, perusahaan hanya akan bertahan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Gudykunst and Kim (2003:17) mengkonsepkan fenmena komunikasi antar budaya sebagai “...
sebuah transaksional, proses simbolik yang mencakup pertalian antar individu dari latar belakang budaya yang berbeda.” Kata kuncinya adalah proses. Dalam wacana orang Swedia istilah kulturmöte (literally cultural encounter) seringkali diartikan pada beberapa singgungan (atau pertentangan) antar budaya (seperti, dalam literatur, gaya komunikasi, gaya manajemen, adat istiadat, dan orientasi nilai). Namun demikian, beberapa pertemuan biasa dianalisis tanpa mempertimbangkan pada karakter prosesnya. Komunikasi antar budaya seharusnya, dapat dipandang dan dianalisa sebagai sebuah proses yang kompleks, bukan sekedar sebuah pertemuan. Lebih lanjut, komunikasi antar budaya, oleh beberapa ilmuwan sosial dilihat sebagai sebuah disiplin akademik – data dikatakan, satu cabang dari ilmu komunikasi, berlabuh dalam karakteristik ontologinya, epistemiologi dan asumsi – asumsi aksilogi. Pada saat yang bersamaan, komunikasi antar budaya adalah sebuah lingkup studi yang berhubungan dengan berbagai disi[lin ilmu lainnya (seperti psikologi, psikologi sosial, sosiologi, pendidikan, studi media, antropologi budaya dan manajemen). Bagi ilmu – ilmu tersebut, komunikasi antar budaya dipandang sebagai sebuah objek studi atau sebuah permasalahan dalam bidang disiplin ilmu – ilmu tersebut[1]. Damen[2] (1987: 23) mendefinisikan komunikasi komunikasi antar budaya sebagai “tindakan – tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu – individu yang diidentifikasikan dengan kelompok – kelompok yang menampilkan variasi antar kelompok dalam bentuk pertukaran sosial dan budaya. Pertukaran bentuk, ekspresi individu, adalah variabel – variabel utama dalam tujuan, tatakrama, cara, dan arti – arti yang mana proses komunikatif memberikan efek. Komunikasi antar budaya, Lustig and Koester’s menyatakan (2003: 49-51), adalah sebuah “proses simbolik yang mana orang dari dari budaya – budaya yang berbeda mneciptakan pertukaran arti – arti”. Hal tersebut terjadi “ketika perbedaan – perbedaan budaya yang besar dan penting menciptakan interpretasi dan harapan – harapan yang tidak sama mengenai bagaimana berkomunikasi secara baik”. Jandt (2004: 4) mengatakan komunikasi antar budaya tidak hanya komunkasi antar individu tapi juga di antara “kelompok – kelompok dengan identifikasi budaya yang tersebar’. Ringkasnya, komunikasi antar budaya menjelaskan interaksi antar individu dan kelompok – kelompok yang memiliki persepsi yang berbeda dalam perilaku komunikasi dan perbedaan dalam interpretasi. Beberapa studi mengenai komunikasi antar budaya menguji apa yang terjadi dalam kontak dan interaksi antar budaya ketika proses komunikasi mencakup orang – orang yang secara budaya tersebar (Samovar & Porter 1997). Sebuah permasalahan yang sama dalam komunikasi antar budaya muncul “ketika orang – orang yang menjelaskan dirinya sebagai kelompok yang berbangsa dan beretnis sama tidak mau melakukan pertukaran ide – ide mengenai bagaimana menunjukkan identitas mereka dan tidak menyetujui tentang norma – norma untuk interaksi” (Collier 1997: 43). Untuk mencapai komunikasi antar budaya yang efektif, individu seharusnya mengembangkan kompetensi antar budaya; merujuk pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai komunikasi antar budaya yang efektif Jandt (1998, 2004) mengidentifikasikan empat keterampilan sebagai bagian dari kompetensi antar budaya, yaitu personality strength, communication skills, psychological adjustment and cultural awareness. Tidak dapat diragukan bahwa kompetensi antar budaya adalah sebuah hal yang sangat penting saat ini. Pendatang sementara secara kolektif disebut sebagai sojourners atau biasa kita kenal dengan istilah ekspatriat, yaitu sekelompok orang asing (stranger) yang tinggal dalam sebuah negara yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan negara tempat mereka berasal.Oberg (1960) menggunakan istilah sojourners untuk mengindikasikan kesulitan – kesulitan yang muncul dari pembukaan lingkungan yang tidak dikenal. Kesulitan yang dialami oleh sojourners tidak sama. Beberapa variabel utama mencakup jarak antara budaya tempat mereka berasal dengan budaya tempat pribumi, jenis keterlibatan, lamanya kontak, dan status pendatang dalam sebuah negara (cf. Bochner, 1982)Berdasarkan hasil beberapa penelitian mengatakan bahwa tinggal di negara orang lain tidak secara otomatis menggiring pada sikap positif terhadap negara tersebut. Bukti dalam penelitian seringkali muncul yang negatifnya dibandingkan dengan yang positifnya selama tinggal di negara orang lain, setidaknya di kalangan pelajar (Stroeb, Lenkert, & Jonas, 1988)
Tujuan Komunikasi Antar Budaya adalah :
• Memahami perbedaan budaya yang mempengaruhi praktik komunikasi
• Mengkomunikasi antar orang yang berbeda budaya
• Mengidentifikasikan kesulitan – kesulitan yang muncul dalam komunikasi
• Membantu mengatasi masalah komunikasiyang disebabkan oleh perbedaan budaya
• Meningkatan ketrampilan verbal dan non verbal dalam komunikasi
• Menjadikan kita mampu berkomunikasi secara efektif
Ada beberapa alasan mengapa perlunya komunikasi antar budaya, antara lain: a) membuka diri memperluas pergaulan; b) meningkatkan kesadaran diri; c) etika/etis; d) mendorong perdamaian dan meredam konflik; e) demografis; f) ekonomi; g) menghadapi teknologi komunikasi; dan h) menghadapi era globalisasi. (Alo Liliweri, 2003). Komunikasi antar budaya menurut Samovar dan Porter merupakan komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misalnya suku bangsa, etnik, dan ras, atau kelas sosial. Komunikasi antar budaya ini dapat dilakukan dengan negosiasi, pertukaran simbol, sebagai pembimbing perilaku budaya, untuk menujukkan fungsi sebuah kelompok. Dengan pemahaman mengenai komunikasi antar budaya dan bagaimana komunikasi dapat dilakukan, maka kita dapat melihat bagaimana komunikasi dapat mewujudkan perdamaian dan meredam konflik di tengah-tengah masyarakat. Dengan komunikasi yang intens kita dapat memahami akar permasalahan sebuah konflik, membatasi dan mengurangi kesalahpahaman, komunikasi dapat mengurangi eskalasi konflik sosial. Menurut Charles E Snare bahwa usaha meredam konflik dan mendorong terciptanya perdamaian tergantung bagaimana cara kita mendefinisikan situasi orang lain agar kita dapat mencapai perdamaian dan kerjasama. Dalam berbagai kasus politik E Snare mengatakan “Kita perlu mengerti bagaimana letak bingkai rujukan para aktor politik dan darimana pikiran mereka berasal”.
Jadi jelas dengan mempelajari komunikasi antar budaya berarti kita mempelajari (termasuk membanding) kebiasaan-kebiasaan setiap etnis, adat, agama, geografis dan kelas sosial di masyarakat kita. Dengan pemahaman tersebut kita mengkomunikasikan perbedaan-perbedaan tersebut dengan komunikasi antar budaya, guna menyelesaikan konflik melalui dialog yang baik antara lain dengan identifikasi perspektif budaya.
Label: komunikasi